Persimpangan Jalan
Tuesday, October 10, 2017
source: pbs.twimg.com |
Ada satu fakta yang cukup paradoks dan membikin efek mind blowing kalo dipikirkan,
Bahwa
kita hari ini adalah usia tertua yang sudah kita capai sekaligus masa termuda yang sudah dilewatin.
Agak ngebingungin yee?. yaudeh lanjut,
bicara soal waktu gue jadi keinget Albert Einstein tentang relativitasnya, satu teori sains yang konon katanya sangat sedikit orang yg bisa memahaminya secara menyeluruh, bahkan dia sempet dikritik kalo sebenernya dia belum sepenuhnya paham ama teori yang udah dia telurkan itu.
soal relativitas waktu dia menjelaskan, kalo sebenernya kita tuh tidak pernah benar-benar meninggalkan masa lalu, dan kemudian bergerak menuju masa depan. tapi kita cuman berpindah-pindah. dari 'sekarang' yang sekarang menuju 'sekarang' yang lain.
jadi setiap detik yang lagi kita rasain sekarang nih, adalah sekarang yang sekarang dan detik selanjutnya adalah sekarang yang berikutnya.
Hmm,....
tik
tok
tik
tok
.
.
.
lanjut,
Dalam perjalanan waktu yang serba baru ini gua rasa setiap manusia pernah menjumpai sesuatu yang baru, berada dalam beberapa pilihan hidup yang harus diputuskan. satu masalah yang gak pernah ditemuinya sebelumnya bahkan oleh orang-orang sekitarnya.
ketika gua mencoba untuk mengabil komentar, respons, nasihat, even kritik, pada akhirnya di titik perenungan gua, gua balik lagi pada satu kesimpulan. bahwa yang paling ngerti dan paham soal kondisi gua, apa yang gua alami dan gua rasakan ya gua sendiri. walaupun memang segala respons dan masukan yang ada sangat bermanfaat sebagai bahan gua merenung tentang pilihan dan keputusan yang harus gua ambil.
but the point is, yang paling berotoritas untuk memilih jalan hidup gua adalah diri gua sendiri.
maksud gue saat gua dihadapkan dalam persimpangan jalan dalam hidup, maka gue adalah satu-satunya pihak yang harus memutuskan, gua ga bisa memilih menghindar atau malah berjalan mundur, atau bahkan nyari-nyari kambing hitam.
pada dasarnya gua tahu bahwa Tuhan punya kuasa yang amat luas, termasuk dalam perjalanan hidup gua, tinggal masalahnya gua percaya atau ngga, gua mengimani itu atau kaga.
karena kadang iman itu akan teruji ketika gua lagi dihadapkan pada permasalahan. Semakin pelik masalah yg gua hadapi, maka bagi gua itu berita gembira kalo Tuhan masih peduli pada keimanan gua.
Kayak pernyataan sederhana "Takdir Tuhan pasti baik.", a simple word. but can I really trust that word, especially when troubles beat me so hard?.
ketika gua naik motor kehabisan bensin trs gua dorong jauh eh ternyata pas didorong itu motor malah nginjek paku lalu bocor gua masih bisa ridha berkata kalau takdir Tuhan itu baik?.
Bisa ngga gua nyengir kuda sambil bersyukur?. Yang pasti gak mudah, butuh banyak latihan bersyukur. dan nerimo ing padhum ditengah-tengah permasalahan yang pelik.
Mungkin barangkali begitulah cara Tuhan mendidik manusia. Dalam Quran, Tuhan juga bertanya apakah manusia mengira bahwa dirinya beriman padahal dia ga pernah mengalami kesusahan dalam hidupnya?.
Ya mungkin permasalahan yang ada adalah pelajaran yang gua harus peras hikmahnya, dan ditambah lagi ujian test bagi iman.
Kalau kata Muhammad Iqbal sih, iman itu kaya kita lihat burung terbang menyusuri jalan yang gabisa dia liat pake mata. barangkali gua mesti yakin untuk berjalan di atas keimanan melapaui batas-batas indera yang terbatas.
Kalau kata Pidi Baiq mah bedanya pelajaran sekolah dan pelajaran hidup adalah, kalau di sekolah kita belajar dulu baru ngelaksanain ujian, sedangkan dalam hidup kita diuji dulu baru dapet pelajaran.
Alhamdulillah,
Cuman itu kayanya kosakata yang pengen gua dalami,
Gimana caranya jadi orang yang pandai bersyukur, minimal tidak banyak habis energi untuk mengeluh bahkan meratapi keadaan.
Katanya kalau bersyukur mah nikmat Allah teh bakal ditambah.
And the question is, am I really believe with that word?.
I have to experience it, so I can get an empiric wisdom and strong faith of God to sail around the wave of live.
~Bandung
03.30 10/10/17
0 comments
Ditunggu komentarnya ^_^