Kisah KKN #4 – Dinamika Sosial
Saturday, August 04, 2018
Hmmm... hari ke
empat.. kalau kemarin rasany aktivitas padat banget, kayaknya hari ke 4 ini
kebalikannya. Overall hanya ada satu agenda hari ini, yaitu rembuk warga, kayak
semacam musyawarah bareng warga itu deh... tujuannya untuk menggali informasi
tentang potensi dan permasalahan yang ada di masyarakat, yang nantinya dari
data yang sudah diperoleh akan diterjemahkan dalam bentuk-bentuk kegiatan oleh
kelompok KKN.
Sebenernya rembuk
warga ini harus jadi kegiatan pertama sebelum terjun langsung ke warga, cuma gue
dan temen-temen barangkali butuh waktu buat adaptasi dulu sebelum akhirnya bisa
lancar berkomunikasi dan berdiplomasi ke warga-warga. Dari 3 hari jatah waktu
yang dikasih kampus, 1 – 3 Agustus 18, kita baru bisa menyelenggarakan rembuk
warga pada tanggal 3 agustusnya, The last day, not bad.
Yaa, sebenernya
hari ini nggak terlalu sibuk sih...
Setelah selesai
jumatan gue dan temen-temen lebih dulu koordinasi ke kepala RW 04 tempat posko
KKN kita, karena di hari sebelumnya beliau kabarnya siap membantu untuk
mengundang warga-warga yang lain untuk hadir pada rembuk warga malam nanti.
Pas lagi
bincang-bincang bareng Pak RW, kebetulan ada akang ketua karang taruna datang,
which is good, akhirnya kita ngobrol juga dan beliau siap membantu mengundang
masyarakat. Alhamdulillah..
Dan at last but not
least, tinggal ke Pak Kepala Dusun buat konfirmasi lagi...
Kita hampiri
rumah beliau, bicara satu dua.. dan fiks, beliau insya allah siap hadir, well.selanjutnya
tinggal persiapin tempat bada isya. Oh ya tempat rembuk desanya di gedung
madrasah al-kautsar, tempat kita kemarin ketemu dengan adik PAUD yang lucu...
Malamnya, setelah
ikut jamaah di masjid al-kautsar, maka tibalah saatnya...
animo masyarakat sangat
besar, dua ruangan yang digabung terisi penuh, semangat bersama, atau
masyarakat menyebutnya sabilulungan agaknya masih kental terasa.
Alhamdulillah
kita tidak terlalu kesusahan dalam memulai obrolan dan diskusi, masyarakat
menyambut dan berpartisipasi dalam forum dengan aktif.
Ketika diskusi
mulai masuk pada penggalian permasalahan dalam masyarakat, satu per satu warga
mulai bersuara menyampaikan keluhan dan permasalahan yang mereka alami,
lagi-lagi perhatian gue tercuri pada bidang ekonomi, terutama relasi antara
kekayaan alam dengan kesejahteraan warga.
Sekali lagi,
forum ini menunjukkan bahwa kekayaan alam di sini belum mampu mensejahterakan
kehidupan warga secara merata.
Kalau kalian
tanya di manakah tempat pengolahan ternak sapi perah yang ramai di Bandung,
maka jawaban yang bakal kalian dapat pertama di Ciwidey dan Pangalengan, di
mana keduanya adalah kecamatan di Kabupaten Bandung.
Namun lewat
rembuk warga ini gue dapat satu fakta yang cukup mencengangkan,
Dahulu mayoritas
masyarakat warnasari adalah peternak sapi perah, 95% di antara mereka adalah
peternak sapi perah, namun semuanya berbalik 180 derajat. Hari ini hanya
sekitar 5% warga yang masih bertahan mengelola sapi perah. Sungguh sangat
disayangkan, identitas pangalengan sebagai produsen sapi perah tengah berada di
tanduk kepunahan.
Penyebab utamanya
adalah biaya produksi yang tidak sebanding dengan keuntungan. Harga susu sapi
melorot. Dahulu susu sapi dijual per liter, dan hari ini susu sapi dijual per
kilogram dan masih tergantung dengan kualitasnya, per kilogram susu jatuh ke
angka Rp4.000,- dan bila kualitas buruk kembali jatuh ke angka Rp3.500,-/kg.
Praktis masyarakat
beralih menjadi buruh perkebunan teh PT Nunsantara dan atau berkebun di hutan Perhutani.
Gue kembali
mendapatkan informasi yang lebih detail mengenai upah buruh PT Nusantara dan
Administrasi pemanfaatan lahan Perhutani.
Jadi tarif buruh
petik teh PT PN adalah Rp500,-/Kg, dan turun menjadi Rp300,-/kg jika
menggunakan mesin. Sehari-hari warga hanya mampu mengumpulkan 80 kg teh, itu
sudah sangat banyak dan besar, namun mereka cuma mengantungi Rp40.000,-/per
harinya. Allahu Akbar.
Ada satu warga
yang sampai mengelu-elukan memohon kepada kami untuk ikut memperjuangkan agar
buruh PT Nusantara mendapatkan gajih yang layak, bagi karyawan tetap mereka kedapatan
gajih kuranglabih 1,5jt/bulan, dan buruh petik Rp40.000,-/hari amat jauh dari
upah minimal. Untuk Upah Minimal Regional Kabupaten Bandung per 2018 adalah
Rp2.683.277,45,-/Bulan.
Hal ini
diperparah dengan budaya birokrasi PT Nusantara yang korup, banyak oknum pungli
dan kecurangan lainnya.
Selanjutnya, harapan
lain warga selanjutnya adalah berkebun di lahan Hutan Perhutani. Ternyata
berdasarkan aturan gubernur memang lahan Perhutani ini bisa dimanfaatkan warga
untuk menanam komoditas kopi, namun warga hanya menjualnya dalam bentuk buah
saja, sehingga belum mencapai harga maksimal bila dibandingkan dengan kopi yang
telah diproses menjadi bijih atau bubuk. Lahan yang disediakan oleh Perhutani ini
disiasati oleh masyarakat dengan mencampurkan tanaman kopi dengan
sayuran-sayuran lainnya. hmm...
Selain keluhan
dan permasalahan yang muncul, kami juga berusaha menggali potensi masyarakat,
kekayaan sumber daya alam tentu menjadi kekayaan terbesar yang dimiliki oleh
masyarakat, air jernih mengalir sepanjang tahun, hanya saja memang belum ada
sistem pengaliran air yang baik, air dari sumber air masih disalurkan melalui
pipa-pipa secara acak dan alakadarnya, pipa-pipa itu berserakan di pinggir
jalan sehingga kerap kali bocor dan membasahi jalan-jalan.
Di desa ini juga
telah terselenggara, Taman Baca Masyarakat (TBM) yang cukup maju, dalam rangka
mengatasi permasalahan sampah di masyarakat mereka membuat bank sampah. Namun memang
belum berjalan secara efektif.
Kemudian
solidaritas dan semangat gotong royong yang masih kuat. Ini merupakan potensi
besar yang bisa dimaksimalkan.
Menurut gue tidak
mungkin masyarakat di sini tidak ingin maju dan hidup sejahtera, tentu saja
mereka ingin. Mereka telah meliki faktor-faktor pendukung seperti solidaritas
sosial, kepedulian sesama, dan bergotong royong.
Ketika sampah
menjadi permasalahan, gue kira bukan berati mereka memang menginginkan wilayah
yang kotor,
Ketika pipa air
bersih berserakan di jalan-jalan, bulan berati mereka tidak mau hidup dengan
air yang baik.
Tidak semua dari
mereka memiliki kesempatan untuk memperoleh pendidikan tinggi, kebanyakan hanya
sampai pada pendidikan SLTP saja, jangankan universitas, SLTA saja sudah sangat
jarang.
Artinya mereka
butuh untuk diberdayakan, dididik dan dibimbing, diberikan skill dan pengetahuan.
Karena hanya itu saja faktor utama yang masih absen dalam masyarakat warnasari.
Sekali lagi, pada
akhirnya dengan hadirnya gue dan teman-teman membuka pengharapan baru bagi
mereka.
Mudah-mudahan Allah
kasih gue dan teman-teman untuk bisa berikhtiar sebaik mungkin. Bisa memberikan
perubahan meski sedikit, namun bermaslahat untuk masyarakat banyak.
0 comments
Ditunggu komentarnya ^_^